Aku masih ingat dengan 1995.
Tahun yang terbayang akan terasa spesial, sebab Indonesia berulang tahun kelima puluh. Aku masih ingat logo dirgahayu Indonesia waktu itu, angka lima puluh dengan bendera yang berlipat bertumpuk-tumpuk. Waktu itu kurasa bendera itu tampak tidak proporsional. Saat kulihat lagi di Google beberapa menit yang lalu, baru kusadari ternyata logo itu bukan satu bendera yang bertumpuk, melainkan lima bendera. Yang melambangkan entahlah.
Entah apa pula yang berubah pada bangsaku di tahun itu. Selain perayaan yang terasa megah, aku tak merasa ada apa-apa.
1995 juga adalah waktu di mana aku sempat rangking dua di kelas, sebab aku duduk bersama seorang sahabat yang cerdas dan langganan rangking satu. Ketika catur wulan berikutnya tempat duduk kami dipisah, rangkingku anjlok.
Pada tahun 1995 aku berada di kelas yang paling menyenangkan untuk sekolah dasar: kelas 5. Sebab aku sudah cukup senior dan kerasan di sekolah, sudah kenal banyak teman, namun belum dipusingkan oleh ujian masuk SMP sebagaimana anak-anak kelas 6.
Kelas 5 SD adalah masa-masa penuh kreativitas. Aku ingat bersama teman-teman merancang video game berdasarkan sinetron Angin Tak Dapat Membaca (dibintangi Adam Jordan). Ada satu stage di mana tokohnya berkuda sementara tokoh antagonisnya mengejar dengan helikopter–persis meniru adegan di sinetron. Juga menggambar. Juga ikut lomba bercerita di masjid besar Kota Batu (yang pada masa itu masih belum berstatus kota).
Entah apa kataku di tahun 1995 jika menjumpai diriku saat ini. Mungkin dia berpaling, tidak nyaman berada dekat seorang tua yang terpaut jauh usianya. Tetapi ingin sekali bisa kukatakan padanya, “aku masih seorang anak kecil–aku, maksudku kita, kau dan aku, kini punya seorang anak kecil–tapi aku masih juga anak kecil. Sama sepertimu.”
1995. Satu sembilan sembilan lima.
Dua puluh tahun yang lalu.
Dua puluh.
Sungguh masih terasa seperti kemarin.
terasa cita rasa sastranya 🙂
LikeLike
1995 gue baru lima tahun dan baru masuk SD fiz XD
kalo g salah baru disunat juga :3
LikeLike